ilalangkota
Makam Mbah Bangil bertarikh 680M

Grati/Telaga Pager

Di ujung timur tlatah Jawa Timur ini, yang merupakan gerbang antara laut dan pegunungan ke ujung timur Jawa, dikisahkan terjadi pabaratan antara orang Bali dan orang Jawa. Yang termasuk sejarah tlatah ini adalah kisah mengenai danau Grati yang sering dituturkan kembali pada kakawin Pararaton diatas dengan nama Telaga pager.

Bangil/Banger/Bengal/Bang-il

Menurut catatan Tiongkok ada kabar berita dari Raja Ta-Cheh (Mu'awiyah bin Abu Sofyan) mengirimkan utusan untuk menyelidiki kerajaan Kalingga (674/675M) yang mendarat di Syah Bandar yang bernama Banger/ Bang-il. Lalu dalam kakawin Harsawijaya dimana R. Wijaya berangkat ke pelabuhan Banger dekat Rembang yang menuju Sungeneb (Sumenep Madura).


Japan/Japanan

Japan atau Japanan dalam masa sekarang merupakan daerah yang strategis pada masa lalu, berikut cuplikan pada beberapa fakta sejarah, Nagarakertagama (1359 M) mencatat peristiwa perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Lumajang dengan menyinggahi berbagai tempat di Jawa Timur. Waktu berangkat dari Majapahit disebutkan dalam syair 17 bait 7 baris satu dan dua kemudian syair 17 bait 10 baris I sebagai berikut: Ndan ring caka cacangka naga rawi bhadrapadamasa ri bambwa ning wulan, sang criajasanagara mahasahas ri Lumajang angitun sakhendriyan, tambening kahawan winnarna ri japan kuti-kuti hana sakrbah. Terjemahannya: Tahun C 1281 (1359 M) bulan Badrapa (Agustus / September) bulan paro terang mulai tampak. Baginda Rajasanagara mengadakan lawatan ke Lumajang, memperhatikan segala yang dilaluinya. Pertama yang disinggahi adalah Japan dengan asrama dan candi-candi dalam keadaan rusak. Dan waktu kembalinya dari perlawatan syair 58 bait 2 baris 3 menyebutkan: Praty amegil ri Japan nrpati pinapag ing balangghya datang, Artinya: Tiba diperistirahatan Japan, barisan tentara datang menjemput baginda. Dalam seri terjemahan Javanologi hasil kerjasama Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara dengan perwakilan Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde, de Graaf banyak mengutip penuturan sejarah di Jawa dari Babad Tanah Jawi dan lain-lain. Diantaranya yang menyangkut kawasan daerah Japan adalah sebagai berikut:

Jaman Pemerintahan Panembahan Senopati

Pada tahun 1589 M sudah terjadi pertempuran antara pasukan Mataram dan pasukan Surabaya. Raja-raja Jawa Timur dibawah pimpinan Pangeran Surabaya dan Senopati Mataram berhadapan muka di medan pertempuran dekat Japan 30.

Jaman Pemerintahan Sultan Agung

Turunkan serangan kedua dilakukan oleh Adipati Japan berakhir dengan kekalahan total bagi pihak sekutu (persekutuan raja-raja Jawa Timur). Adipati Japan gugur setelah mengadakan perlawanan kuat dan atas perintah Raja Mataram yang memuji atas kepahlawanannya, ia dimakamkan di Butuh di sebelah raja Pajang. Kematian dan pemakaman Adipati Japan pada Babad Tanah Jawi tertulis candra sengkala: Resi Guna Pancaning Rat (Orang bijaksana adalah kecerdasan lima dunia) yang berangka 7351 atau tahun Jawa 1537 atau 1615 Masehi 31. Mengenai pertempurannya sendiri, Jan Pz. Coen menulis pada 31 Maret 1616 M di Banten berdasarkan berita dari Jepara yang diterimanya pada 1 Pebruari 1616 M, menyatakan bahwa yang disebut Mataram dalam satu pertempuran telah menaklukan semua lawan, yaitu Raja-raja dari timur Jawa. Juga penentuan tanggal, berdasarkan keterangan bahwa surat tentang pertempuran ini bertanggal 1 Pebruari 1616 M, maka pertempuran tersebut tidak mungkin terjadi jauh lebih dahulu, jadi kira-kira bulan Januari 1616 M. Dalam hal ini keraguan sumber-sumber Jawa yang menyebut tahun 1615 M dan 1616 M dapat dimengerti sepenuhnya. Dalam tulisan SEKITAR JOGJAKARTA 1755M - 1825M, dinyatakan bahwa Japan dipandang dari sudut Ilmu Pemerintahan (Staat Skundig) tampak menduduki posisi kunci meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Diantaranya dinyatakan: Dengan perjanjian Giyanti 13 Pebruari 1755 M, antara Mangkubumi yang telah diangkat sebagai Sultan Hameng Buwono I di Jogjakarta dan pihak kompeni Belanda (VOC). Telah dicapai persetujuan pembagian wilayah kekuasaan kerajaan Mataram semula, menjadi dua yaitu daerah-daerah yang diperuntukkan bagi Kesultanan Kartasura dan bagi Kesultanan Yogyakarta. Diantaranya daerah Wirasaba (Mojoagung sekarang) untuk Kesultanan Surakarta, sedang daerah Japan (Pasuruan) untuk Kesultanan Yogyakarta. Perjanjian 1 Agustus 1812 M antara Hamengku Buwono III dan Gupememen Inggris (Raflles) di lapangan pemerintahan, Sultan menyerahkan daerah Japan dan beberapa daerah lainnya kepada Inggris.

Rembang

Rembang, sebuah kecamatan kini sejak zaman Majapahit telah dikenal. Dari beberapa sumber dapat diperoleh beragam bukti penting tentang keberadaan wilayah yang bernama Rembang ini. Sejarah Nasional Indonesia menyebutkan bahwa penobatan R. Wijaya sebagai raja Majapahit terjadi pada tahun 1293 M. Prasasti Gunung Butak/Kudadu yang berangka tahun 1216 C (1294 M), menyebutkan bahwa Raden Wijaya memberikan status Sima pada desa Kudadu yang telah berjasa memberikan perlindungan dan mengantarkannya ke desa Rembang untuk menuju pelabuhan Banger memungkinkan berlayar ke Madura dalam upaya mencari bantuan kepada Adipati Wiraraja. Prasasti tersebut dikenal sebagai prasasti Kudadu menceritakan secara panjang lebar mengenai perjuangan Raden Wijaya dalam melawan kekuasaan Jayakatwang hingga ia berhasil menjadi raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Namun demikian didalamnya tidak menyebut tanggal penobatan raja, meskipun menurut JLA. Brandes prasasti tersebut diterbitkan pada tarikh yang dapat dikonversikan menjadi tanggal 11 September 1294. Cerita tentang pengungsian Raden Wijaya ke Madura juga terdapat pada prasasti Sukamertabertahun 1218 C yang menurut CC. Berg dapat dikonversikan menjadi tanggal 29 Oktober 1296

Rabut Tugu/Tugusari Kepulungan Gempol

Dalam catatan sejarah menyebutkan, Narapati mankat enjin awan sakathan lumaris rakkawi lumaryyanipan I rabut tugu lan paniring, (Baginda berangkat lagi esoknya membawa pasukan kereta, Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut Tugu dan Pangiring). Uraian tersebut mengesankan bahwa rabut Tugu adalah sebutan perempatan jalan tempat Prapanca menyidat jalan. Dalam hal ini Th. Pegeaud memberikan pendapatnya sebagai berikut: The name Rabut Tugu ('Venerable Pillar') for a place near Majapahit on the highway to Japan is remarkable because the custom to place pillars on crossroads has surviced Yogjakarta, formerly outside the town on the highways from Surakarta to Kedu, is well-known. Probably the pillars were meant to be guardions of the crossroads, at any time place of eminent danger frome malignant spirits . Fungsi Tugu sebagai penjaga perempatan jalan raya tampaknya bertahan hingga sekarang. Pada umumnya tugu demikian ditempatkan pada perempatan jalan raya di luar kota sebagaimana terjadi pada tugu di Kesultanan Yogyakarta ditempatkan pada perempatan. Jalan raya yang dahulunya di luar kota yaitu dari Surakarta menuju Kedu, yang bertemu dengan jalan dari pusat kota menuju jalan raya yang dahulunya di luar kota yaitu Surakarta menuju Kedu, yang bertemu dengan jalan dari pusat kota menuju Semarang. Fungsi yang sama tampaknya juga terjadi pada rabut tugu di Kota Japan. Canggu Sekarang merupakan wilayah Gempol yang masuk dalam kabupaten Pasuruan. Dalam catatan sejarah, Untuk memenuhi kebutuhan pengembangan perdagangan dalam negeri, Hayam Wuruk menetapkan tempat-tempat penyeberangan dan pelabuhan-pelabuhan yang dapat dikunjungi oleh pedagang asing. Berita Cina menyebutkan bahwa jalur antara Surabaya ke Canggu dan Majapahit sangat ramai lalu lintas perdagangannya. Hal yang sama tampaknya terjadi pada sepanjang jalur perjalanan Hayam Wuruk dalam rangka inspeksi daerah kekuasaannya. Japan, merupakan titik awal dan akhir perjalanan raja juga terletak pada jalur perdagangan tersebut. Di tempat tersebut bertemu tiga jalur darat dan sekaligus berdampingan dengan kota pelabuhan Canggu.

Tengger


Merupakan daerah penting dimana berkumpulnya bangsawan Majapahit pasca berpindahnya kekuasaan dari Kerajaan Majapahit ke Kerajaan Demak dan sejak 1827 M sudah ada seorang Demang yang berkedudukan di Tosari, bahkan temuan Tim Arkeologi Jogjakarta dan ikatan ahli arkeologi Jawa Timur Menemukan pasen (wadah air suci) yang tertanggal 1339 M dan ditemukan pula prasasti yang sudah separuh tenggelam di dalam danau dalam prasasti itu disebutkan adanya Kameswara yang melakukan perjalanan ritual ke puncak Semeru. Ini hanya sebagian dari sekian banyak khasanah historis di kabupaten Pasuruan yang dapat kita jadikan pijakan dalam memandang sejarah Pasuruan secara utuh.


sumber:baungcamp.com
Labels:
3 Responses

  1. Unknown Says:

    Sejarah peninggalan di pasuruan sangat bamyak ayo kita lestarikan...


  2. Unknown Says:

    Lho,
    Bukannya Japan itu Mojokerto ?
    Sampai dilakukannya pergantian nama oleh Belanda.


Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...