Masid yang berdiri megah di depan alin-alun Kota Pasuruan ini merupakan bangunan bersejarah yang dibangun lebih dari lima abad yang lalu oleh Mbah Slagah seorang tokoh pejuang Islam di pasuruan. Bangunan seluas 3000 m2 yang di bangun diatas tanah yang seluas 3600 m ini bercorak Timur Tengah dan modern.
Masjid yang telah beberapa kali mengalami pemugaran ini tetap konsisten menjaga gaya arsitkturnya yang khas serta kaya dengan detail-detail menarik. Bentuk ornamennya adalah kaligrafi Arab dalam bentuk-geometris, hampir semua ornamen di dinding asli sejak saat didirikannya.
Masjid yang telah beberapa kali mengalami pemugaran ini tetap konsisten menjaga gaya arsitkturnya yang khas serta kaya dengan detail-detail menarik. Bentuk ornamennya adalah kaligrafi Arab dalam bentuk-geometris, hampir semua ornamen di dinding asli sejak saat didirikannya.
Masjid Agung Al Anwar saat ini menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan umat Islam di kota pasuruan. Setiap malam rabu di masjid ini diadakan kegiatan pengajian rutin.
Di bagian belakang masjid terdapat makam ulama dan tokoh-tokoh penting, antara lain makam Adipati Nitiadiningrat serta makam KH. Abdul Hamid seorang tokoh pendiri Pondok Pesantren Salafiyah yang mempunyai kharisma cukup besar. Itulah sebabnya masjid ini menjadi salah satu tujuan bagi para peziarah yang datang dari berbagai daerah, bahkan saat ini tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata religi bagi para peziarah yang melakukan perjalanan ke makam Wali Songo.
(sumber: Dinas Infokom & komunikasi Kota Pasuruan)
MELURUSKAN MENARA MASJID yang MIRING
Masjid jami’ al-Anwar adalah pusat peribadatan terbesar di Kota Pasuruan. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya masyarakat yang suka beri’tikaf, shalat jamaah dan ibadah yang lainya, yang mana memang setiap hari tidak pernah pasang surut di dalamnya. Ditambah lagi dibelakang masjid jami’ al-Anwar ini terdapat makam para Auliya’illah Pasuruan di antaranya adalah: KH. Mas. Imam Bin Thohir, KH. Abdul Hamid, al-Habib Ja’far Bin Syaikhon as-Segaf (guru Kyai Hamid), dan banyak lagi para Auliya’ yang lain di sana. Hubungan Masjid Jami’ al-Amwar dengan para Auliya’ yang dimakamkan dibelakangnya tersebut sangatlah kental, dan kalau berbicara masalah Auliya’ dan Masjid Jami’ al-Anwar, tidak lengkap rasanya kalau kita tidak berbicara tentang sejarah yang bersangkutan dengan masjid ataupun seseorang yang berpengaruh dalam sejarah berdirinya masjid tersebut.
Sebut saja nama Kyai Hamid, memang pada zamannya (zaman Kyai Hamid) seluruh masalah yang ada selalu dirujukkan kepada beliau. Dahulu, waktu proses pembangunan masjid kebanggaan umat Pasuruan, para takmir masjid juga punya rencana ingin membangun menara. Setelah musyawarah akhirnya tempat yang cocok dibuat menara sudah diputuskan yakni disebelah selatan masjid, dalam musyawarah tersebut ada seseorang yang mengusulkan agar memeriksakan tanah yang akan dibangun itu ke laboratorium di Surabaya terlebih dahulu, hal ini ditujukan agar dapat diketahui apakah tanah itu dapat menahan goncangan ketika ada gempa atau tidak.
Penggalian pondasi yang pertamapun dilakukan, dan ketua takmir pada waktu itu mengambil segenggam tanah dan ditaruh didalam tas kresek. Setelah itu tak lama kemudian tas kresek yang berisi tanah tersebut langsung dibawa ke Surabaya. Ketika sampai di tempat yang dituju, tas kresek yang berisi tanah itu langsung diberikan kepada para ilmuan disitu dan ternyata hasilnya nihil serta tidak dapat dideteksi karena takmir masjid Pasuruan kurang tahu tentang masalah tanah yang akan diperiksakan itu. Tanah yang dibawa tadi sudah terkena udara atau tercampur dengan suatu benda atau zat-zat yang lainya sehingga tidak bisa diperiksa. Sedangkan tanah yang dibawa oleh ketua takmir masjid jami’ al-Anwar ini hanya dibungkus tas kresek, dan pastinya tanah yang dibawa itu juga telah tercampur dengan udara luar atau sudah tidak steril lagi.
Akhirnya ketua takmir pulang dan menceritakan hal yang terjadi kepada seluruh takmir yang lainnya. Musyawarah yang keduapun dilakukan, dan pokok pembahasannya kali ini adalah, apakah pembangunan terus dilakukan ditempat itu atau dipindah pada tempat yang lainnya. Tak lama kemudian, sudah ada keputusan bersama bahwasannya pembangunan tetap dilakukan di tempat tersebut.
Esok harinya pembangunan menara masjid jami’ al-Anwar sudah mulai digarap dan selesai dengan batas hari yang telah ditentukan. Rampungnya pembuatan menara tersebut ternyata masih menyisakan sedikit kecemasan dalam hati para takmir, para takmir masih kuatir akan kekokohan menara tersebut. Alhasil, keesokan harinya salah seorang takmir melihat menara masjid jami’ itu seperti doyong (miring) ke arah selatan. Melihat itu semua para pengurus takmir masjid langsung bermusyawarah kembali untuk mengambil kesepakatan apakah menaranya dibongkar atau tidak. Di sepanjang jalannya musyawarah ternyata banyak kesimpang siuran pendapat yang mengakibatkan mengalami kebuntuan dalam menemukan jawaban dan pada akhirnya setelah musyawarah usai hasilnya tetaplah nihil.
Keesokan harinya ketua ta’mr masjid jami’ melihat menara masjid kembali, dan ternyata kecondongan menara itu bertambah, kecemasanpun semakin bertambah. Ketika ketua takmir itu merenungkan masalah, ada seorang takmir yang memberikan solusi, “bagaimana kalau kita sowan ke Kyai Hamid barangkali diberi solusi yang tepat sama beliau”. Tanpa pikir panjang akhirnya kedua takmir itupun langsung bergegas menuju kediaman Kyai Hamid yang lokasinya tak begitu jauh dari masjid. Ketika bertemu dengan Kyai Hamid kedua takmir itu mencurahkan segala kegundahan mereka terkait dengan masalah menara masjid jami’. Akhirnya Kyaipun menyuruh mereka berdua pulang sembari berkata, “wes sampean moleo engkok tak dunga’no”(ya sudah anda berdua saya do’akan, ujar beliau.
Setelah takmir masjid Jami’ al-Anwar itu sowan ke Kyia Hamid, keesokan harinya terjadi gempa bumi yang kurang lebih selama 3 menit. Semua masyarakat bertambah panik, mereka semua takut akan menara yang sudah miring itu jadi roboh menimpa rumah penduduk, akan tetapi setelah gempa tersebut apa yang terjadi, bukannya menara yang roboh melaikan menara masjid Jami’ yang tepat berada di jantung kota Pasuruan tersebut menjadi lurus seketika. Pakah ini berkat do’a romo Kyai Hamid? Wallohu a’lam… (zen)
Sumber: Gus Ali Ahmad Sahal
http://salafiyah.org/
Post a Comment